Pengertian
HAM
Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Peristiwa Tanjung Priok
Abdul Qadir Djaelani adalah salah seorang ulama yang dituduh
oleh aparat keamanan sebagai salah seorang dalang peristiwa Tanjung Priok.
Karenanya, ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagai seorang ulama
dan tokoh masyarakat Tanjung Priok, sedikit banyak ia mengetahui kronologi
peristiwa Tanjung Priok. Berikut adalah petikan kesaksian Abdul Qadir Djaelani
terhadap peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, yang tertulis dalam eksepsi
pembelaannya berjudul “Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat Islam
Indonesia”.
Tanjung Priok, Sabtu, 8 September 1984
Dua orang petugas Koramil (Babinsa) tanpa membuka sepatu,
memasuki Mushala as-Sa’adah di gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Mereka menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got
(comberan). Pengumuman tadi hanya berupa undangan pengajian remaja Islam
(masjid) di Jalan Sindang. Tanjung Priok, Ahad, 9 September 1984 Peristiwa hari
Sabtu (8 September 1984) di Mushala as-Sa’adah menjadi pembicaran masyarakat
tanpa ada usaha dari pihak yang berwajib untuk menawarkan penyelesaan kepada
jamaah kaum muslimin. Tanjung Priok, Senin, 10 September 1984 Beberapa anggota
jamaah Mushala as-Sa’adah berpapasan dengan salah seorang petugas Koramil yang
mengotori mushala mereka. Terjadilah pertengkaran mulut yang akhirnya dilerai oleh
dua orang dari jamaah Masjid Baitul Makmur yang kebetulan lewat. Usul mereka
supaya semua pihak minta penengahan ketua RW, diterima. Sementara usaha
penegahan sedang.berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan
tidak ada urusannya dengan permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas
Koramil itu. Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah
tentara dan segera melakukan penangkapan. Ikut tertangkap 4 orang jamaah, di
antaranya termasuk Ketua Mushala as-Sa’adah.
Tanjung Priok, Selasa, 11 September 1984
Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk
meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya
tidak bersalah. Peran Amir Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai
salah seorang pimpinan Posko 66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang
bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer)
dan masyarakat. Usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia.
Tanjung Priok, Rabu, 12 September 1984
Dalam suasana tantangan yang demikian, acara pengajian
remaja Islam di Jalan Sindang Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada
peristiwa Mushala as-Sa’adah, terus berlangsung juga. Penceramahnya tidak
termasuk Amir Biki, yang memang bukan mubalig dan memang tidak pernah mau naik
mimbar. Akan tetapi, dengan latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari
sebelumnya, jemaah pengajian mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi
petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki berkata antara lain, “Mari kita
buktikan solidaritas islamiyah.
Kita meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak
bersalah. Kita protes pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab
itu. Kita berhak membela kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau
mereka tidak dibebaskan maka kita harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki
berkata, “Kita tidak boleh merusak apa pun! Kalau adayang merusak di
tengah-tengah perjalanan, berarti itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan
dan jamaah kita).” Pada waktu berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian
menuju Polres dan sebagian menuju Kodim.
Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya,
di situ sudah dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar
betis dengan senjata otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke tempat
itu, terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur”
itu disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu
militer mundur dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan
sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang
lebih tiga puluh menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit
histeris; beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota
militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih
banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau
masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati.
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar
beroda sepuluh buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas
mobil truk besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke
sasaran para jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir
jalan. Lebih mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian
yang sedang tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau
yang belum tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang
dilalui oleh mobil truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk
digilas mobil truk besar terdengarjelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap
di got-got/selokan-selokan di sisi jalan.
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah
militer-militer itu untuk mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan
melemparkannya ke dalam truk, bagaikan melempar karung goni saja. Dua buah
mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat atau orang-orang yang terkena
tembakan yang tersusun bagaikan karung goni.
Sesudah mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah
pengajian itu pergi, tidak lama kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan
mobil pemadam kebakaran yang bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di
jalan raya and di sisinya, sampai bersih.
Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim
dipimpin langsung oleh Amir Biki. Kira-kirajarak 15 meter dari kantor Kodim,
jamaah pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan
yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu,
di antaranya Amir Biki. Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3
orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru yang keluar dari
senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu
jatuh tersungkur menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian
yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau
melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang
jamaah pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan saudara
Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang
beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, yang lalu dibawa
menuju Rumah Sakit Gatot Subroto (dahulu RSPAD).
Sesampainya di rumah sakit, mayat-mayat itu langsung dibawa
ke kamar mayat, termasuk di dalamnya saudara Yusron. Dalam keadaan
bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu di kamar mayat, saudara Yusron
berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah sakit datang dan mengangkat
saudara Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain.
Sebenarnya peristiwa pembantaian jamaah pengajian di Tanjung
Priok tidak boleh terjadi apabila PanglimaABRI/Panglima Kopkamtib Jenderal LB
Moerdani benar-benar mau berusaha untuk mencegahnya, apalagi pihak Kopkamtib
yang selama ini sering sesumbar kepada media massa bahwa pihaknya mampu
mendeteksi suatu kejadian sedini dan seawal mungkin. Ini karena pada tanggal 11
September 1984, sewaktu saya diperiksa oleh Kepolisian Daerah Metropolitan
Jakarta Raya, saya sempat berbincang-bincang dengan Kolonel Polisi Ritonga,
Kepala Intel Kepolisian tersebut di mana ia menyatakan bahwa jamaah pengajian di
Tanjung Priok menuntut pembebasan 4 orang rekannya yang ditahan, disebabkan
membakar motor petugas. Bahkan, menurut petugas-petugas satgas Intel Jaya, di
saat saya ditangkap tanggal 13 September 1984, menyatakan bahwa pada tanggal 12
September 1984, kira-kira pukul 10.00 pagi. Amir Biki sempat datang ke kantor
Satgas Intel Jaya.
Penyebab
1. Petugas koramil menyiram pengumuman yang tertempel di
tembok mushala dengan air got (comberan)
2. Pembakaran motor anggota koramil oleh orang tidak dikenal yang menyebabkan pihak koramil tidak terima.
2. Pembakaran motor anggota koramil oleh orang tidak dikenal yang menyebabkan pihak koramil tidak terima.
HaK
yang dilanggar
Dibunuhnya
jamaah-jamaah pengajian oleh pasukan ABRI
Penyelesaian
1.
Warga seharusnya tidak melakukan demonstrasi karena bisa berakibat pada
kerusuhan.
2.
Jika melakukan demonstrasi, seharusnya kedua belah pihak yaitu ABRI dan warga menahan emosi agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
3.
Pelaku pembunuhan (ABRI) wajib diadili dengan seadil-adilnya agar menimbulkan efek jera.
Sumber Kronologi: http://rakaraperz.blogspot.com/2014/08/contoh-kasus-pelanggaran-ham.html
http://unknown-mboh.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-macam-macam-ham-hak.html


No comments:
Post a Comment